Tausiyah Ramadan: Travel ke Sidratul Muntahâ

H. Iswan Kurnia Hasan, Lc.MA

Oleh: H. Iswan Kurnia Hasan, Lc.MA
(Founder Alquran Institute Banggai)

APAKAH mungkin kita sebagai manusia biasa, yang bukan seorang nabi atau rasul, diberikan kesempatan untuk melihat Allah? Pertanyaan ini bisa saja terlintas di benak kita. Karena sebagai makhluk, wajar bila kita ingin melihat Khalik. Seorang manusia, apalagi hamba yang beriman pasti penasaran untuk melihat Sang Pencipta.

Seperti seorang tokoh sufi wanita, Rabiah al-‘Adawiyah yang sampai bersenandung karena ingin melihat Allah Swt., “Aku mencintaiMu dengan dua cinta. Cinta karena rindu. Dan cinta karena memang Engkau berhak untuk dicinta. Adapun cinta berdasarkan rindu, karena kesibukanku untuk terus mengingatMu, sehingga memalingkanku dari yang lain. Sedangkan cinta yang menjadi hakMu, karena Engkau akan menyibak tabir sehingga aku mampu melihatMu. Bukanlah kesyukuran untukku atas cinta karena rindu dan cinta yang menjadi hakMu. Namun kesyukuran lebih dialamatkan kepadaMu atas dua cinta itu.”

Bani Israil di zaman nabi Musa as. juga penasaran untuk melihat Allah Swt.. Mereka kemudian meminta nabi Musa as. untuk mempertemukan mereka dengan Allah Swt. secara langsung. Dalam surat an-Nisâ ayat 153, Allah Swt. berfirman, “Ahli Kitab meminta kepadamu (Muhammad) agar engkau menurunkan sebuah kitab dari langit kepada mereka. Sesungguhnya mereka pernah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, “Perlihatkanlah Allah kepada kami secara nyata.” Mereka lantas disambar petir karena kezalimannya. Kemudian mereka menyembah anak sapi, setelah mereka melihat bukti-bukti yang nyata, namun Kami maafkan mereka, dan telah Kami berikan kepada Musa kekuasaan yang nyata.”

Bila melihat Allah dikaitkan dengan waktu akhirat, maka akan sangat mungkin terjadi. Allah Swt. memberikan kesempatan manusia untuk melihatNya secara langsung. Di Surat al-Qiyamah ayat 22 Allah Swt. berfirman, “Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri memandang Tuhannya.” Dalam tafsir At-Thabary disebutkan bahwa saat masuk ke dalam surga, orang-orang yang beriman akan melihat Allah Swt. secara langsung. Namun penglihatan mereka tidak mampu merekam keseluruhan Dzat Allah karena saking agungNya. Sementara penglihatan Allah mampu merekam semua penghuni surga tanpa terkecuali. Dan melihat Allah Swt. secara langsung adalah merupakan puncak kenikmatan tertinggi, yang diberikan kepada penghuni surga.

BACA JUGA:  May Day, Disnaker Banggai Gelar Coffe Morning Bersama Perwakilan Buruh

Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari sahabat Jarir bin Abdullah ra., Rasulullah Saw. juga memberikan penegasan bahwa orang yang beriman akan melihat Allah Swt. di akhirat. “Sejelas kalian melihat purnama pada malam ke-14, maka seperti itulah kalian akan melihat Allah di akhirat” sabda Rasul Saw..

Kalau dijawab berdasarkan waktu di dunia, bisa saja Allah Swt. dengan kuasaNya memberikan kita kesempatan untuk melihatNya. Secara logika menurut Qadhi ‘Iyyadh manusia bisa melihat Allah di dunia. Karena tidak ada dalil yang melarangnya. Selain itu, salah satu sifat Allah adalah wujud. Dan sesuatu yang wujud hukumnya jaiz atau boleh untuk dilihat.

Tapi berdasarkan pendekatan Aqidah Islam tidak mungkin. Karena mata manusia di dunia diberikan kemampuan untuk melihat sesuatu yang berbentuk atau sesuatu yang bermateri. Sementara yang tidak berbentuk atau bermateri, apalagi kuasaNya yang melebihi bentuk dan materi tidak akan sanggup dilihat oleh mata kasat manusia. Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 103, “Dia (Allah) tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Teliti”.

BACA JUGA:  Berdiri Megah, Bupati Amirudin Resmikan Gedung Baru Dinas PUPR Banggai

Nabi Musa as. juga pernah meminta untuk melihat Allah di muka bumi. Tapi permintaan itu justru berakhir dengan taubatnya. Musa as. bahkan jatuh pingsan saat Allah Swt. baru menampakkan keagunganNya. Pengalaman itu dikisahkan dalam surat Al-A’raf ayat 143, “Dan ketika Musa datang untuk (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, Musa berkata, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diriMu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau. (Allah) berfirman, “Engkau tidak akan (sanggup) melihatKu…”.

Walaupun demikian tidak perlu berkecil hati. Allah Swt. masih memberikan kita kesempatan bertemu denganNya di atas bumi. Allah ternyata memberikan kita kesempatan untuk bertemu denganNya secara langsung. Bahkan pertemuan itu bisa dilaksanakan setiap hari dengan mudahnya. Tergantung kita apakah mau bertemu dengan Allah Swt? atau tidak. Pertemuan itu bisa terlaksana apabila kita sedang melaksanakan salat.

Kenapa salat? Bisa dijelaskan dengan dua teori. Teori pertama, beberapa ulama dalam bukunya, seperti ahli tafsir Imam Al-Alûsy, Imam As-Suyûthi, dan Imam An-Nisâbûry ketika mengkaji rahasia salat, mereka lalu mensifati salat dengan ungkapan, “Salat itu adalah proses mi’rajnya seorang yang beriman”. Senada dengan ungkapan ini, seorang sufi terkemuka, Imam Ibnu Atha’illah As-Sakandary juga mengatakan bahwa salat itu adalah sarana manusia untuk mensucikan hati dari kepekatan dosa. Salat juga media untuk membuka tabir alam gaib. As-Sakandary juga mengungkap bahwa dengan salat manusia akan mampu mengungkap rahasia-rahasia alam semesta.

BACA JUGA:  Siap Maju Pilkada Banggai, Herwin Yatim Sudah Daftar di PKB dan PDIP

Inilah kandungan salat itu. Bila Rasulullah Saw. dipanggil Allah Swt. menghadapNya di Sidratul Muntaha dengan mengutus malaikat Jibril yang membawa tunggangan seekor buraq, maka Allah Swt. memanggil kita menghadapnya hanya dengan salat. Tur spiritual yang dilakukan Rasulullah Saw. dari Masjidil Aqsha, kemudian naik dari langit pertama sampai langit ke tujuh, lalu bertemu dengan Allah secara langsung di Sidratul Muntaha, dapat juga kita lakukan hanya dengan bersuci, menggelar sajadah kita, lalu melaksanakan salat. Hanya itu saja.

Bila teori pertama menjelaskan tentang sarana untuk bertemu, maka teori yang kedua menjelaskan tentang tempat bertemu dengan Allah Swt.. Tempat pertemuan itu juga terjadi saat salat. Dalam hadis sahih riwayat Muslim dari sahabat Abu Hurairah ra., Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Tempat yang terdekat antara seorang hamba dengan Penciptanya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah doa ketika engkau sujud.”

Ternyata, tempat bertemu Allah itu tidak jauh. Tidak membutuhkan dana yang banyak. Tidak juga membutuhkan transportasi yang super canggih sekelas buraq. Tidak juga harus menguras tenaga semaksimal mungkin. Tempat bertemu itu justru saat kepala yang biasa tegak dengan kebanggaan dan penghormatan, sama tingginya dengan tanah yang biasa terinjak.

Tempat pertemuan itu cukup dengan menggelar sajadah kita. Lalu bertemu dengan Allah Swt. dalam sujud. Ketika sudah bertemu denganNya, mintalah apa yang ingin kita minta, sebanyak-banyaknya. karena itulah tempat paling dekat, antara seorang Makhluk yang ingin meminta dengan Sang Khalik yang ingin memberi. ***

Pos terkait