Kala Politik dan Pemilu Jadi ‘Santapan Harian’ Warga di Banggai

OLEH: Iskandar Djiada, Banggai Raya

PEMILU legislatif dan pemilihan Presiden Indonesia, akan berlangsung 14 Februari 2024 mendatang atau menyisakan waktu kurang dari sebulan.

Kian dekatnya pemilu, tak hanya menjadi bahasan caleg, parpol dan tim pemenangan. Politik, pemilu dan prediksi, seolah ikut menjadi ‘santapan’ rakyat, termasuk mereka yang juga bergulat dengan kerasnya hidup. Fenomena inipun terlihat di Kabupaten Banggai, baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Kemana-mana, selalu saja ada bahasan soal pemilu. Bahkan di acara-acara hajatan nikah atau di kedukaan sekalipun, politik dan pemilu tak lepas dari topik.

Di suatu kesempatan saat singgah makan siang di salah satu warung murah di Luwuk, Senin (22/1/2024), penulis tak sengaja ketemu dengan teman masa sekolah yang lumayan jarang ketemu, meskipun tinggal di kabupaten yang sama. Bahasan pertama yang meluncur di tengah acara makan siang di warung tersebut, bukanlah soal pengalaman semasa sekolah dan suka duka pekerjaan yang kini ditekuni. Bahan pembicaraan pertama yang disampaikan teman itu, justru tentang caleg pilihan, capres pilihan, parpol pilihan dan segala tetek bengek tentang pemilu dan ornamennya hingga ragam orkestra politik, baik yang berseliweran di media mainstream maupun media sosial.

BACA JUGA:  Pemda Banggai Berkomitmen Jadikan Profesi Guru Bermartabat

Dan tanpa sadar, penulis ikut terbawa dalam ‘bincang-bincang politik itu’.

Fenomena bincang politik itu, bisa ditemukan di mana saja di Banggai, termasuk di kalangan ASN, walaupun ada yang dengan bahasa sayup-sayup, karena berpura-pura tak ikut dalam arus pembicaraan soal tersebut.

Di hajatan apa saja, politik dan pemilu pasti terselip jadi bahan diskusi diantara tetamu. Bahkan pakaian yang digunakanpun, bisa jadi akan menjadi topik bahasan dan ujung-ujungnya menyerempet ke dunia politik dan pemilu.

BACA JUGA:  Pemda Banggai Berkomitmen Jadikan Profesi Guru Bermartabat

Yah, tahun politik di 2024 ini memang membuat ‘seolah-olah’ siapapun bisa menjadi pembicara politik. Meski dengan bahan yang amat minimpun, seolah-olah tak ada yang tidak ingin ikut nimbrung, saat diskusi masuk ke ruang politik. Apalagi, di luaran memang bertebaran aneka rupa bendera parpol, baliho caleg dan capres, dan beragam alat peraga pemilu lainnya.

Fenomena diskusi politik yang merambah semua kalangan ini tentu sah-sah saja. Namanya saja tahun politik.

Persoalannya, dengan segala informasi yang diperoleh dari ragam diskusi politik itu, ternyata belum banyak membuat cara menentukan pilihan menjadi kritis dengan aneka pertimbangan.

Saat memilih–fenomena pemilu sebelumnya–, banyak yang tetap kehilangan daya kritis dan pertimbangan rasional, hingga akhirnya yang muncul adalah mereka yang sejatinya tak layak menjadi wakil rakyat. Lihat saja, masih ada wakil rakyat yang tak bisa bicara di forum rapat resmi, ataupun kalau sempat bersuara, hanya sepatah dua kata layaknya sambutan singkat di acara ulang tahun anak.

BACA JUGA:  Pemda Banggai Berkomitmen Jadikan Profesi Guru Bermartabat

Ke depan, saat memilih di 14 Februari nanti, semoga saja cara kita memilih lebih kritis, lebih rasional dan bukan karena faktor kedekatan semata, apalagi karena faktor pemberian, baik barang maupun uang.

Sebab sejatinya, pemilu adalah sarana kita memilih wakil yang bisa menyuarakan aspirasi kita di forum rapat resmi, dan memilih mereka-mereka yang akan mengurus daerah dan negara dengan cara yang baik dan demi kepentingan kita, bukan memilih orang-orang yang hanya mengurus keluarga mereka dan mensejahterakan kerabatnya. ***

Pos terkait