Tenaga Honorer Dihapus, Kemen PAN-RB Diminta Beri Solusi

Anggota Komisi I DPRD Sulteng berkonsultasi di Kemen PAN-RB. FOTO ISTIMEWA

BANGGAI RAYA- Kebijakan pemerintah menghapus tenaga honorer di semua level pemerintahan, mulai dari kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah per 2023 mendatang membuat para tenaga honorer meradang.

Dengan penghapusan tenaga honorer atau bahasa sederhananya tenaga honorer tak lagi dibutuhkan, maka hanya ada dua status pekerja di lembaga pemerintahan, yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Memahami nasib tenaga honorer, DPRD Sulteng meminta Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) menyiapkan skema terbaik untuk mengakomodir nasib para tenaga honorer.

Untuk mewujudkan permintaan itu, Komisi I, DPRD Sulteng bersama Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulteng menyambangi Kemen PAN-RB di Jakarta. Agenda itu adalah konsultasi terkait nasib para tenaga honorer di Sulawesi Tengah. Saat konsultasi, sejumlah anggota Komisi I, DPRD Sulteng diterima Deputi Analis Kebijakan, Kemen PAN RB.

Sekretaris Komisi I, DPRD Sulteng, Ronald Gulla mengatakan, hasil konsultasi itu akan menjadi bahan untuk disampaikan kepada para tenaga honorer.

“Banyak masyarakat sangat membutuhkan informasinya. Agar tidak jadi hoaks dan jadi info buat pemerintah daerah masing-masing untuk mengambil langkah selanjutnya, untuk mengatur strategi dalam rangka menyelamatkan sebagian besar tenaga honorer yang layak diangkat menjadi PPPK dan jika memungkinkan bisa ada perpanjangan waktu untuk penghapusan tenaga honorer. Ini didorong dan disuarakan mulai dari daerah,” kata Ronald Gulla kepada Banggai Raya melalui pesan WhatsApp belum lama ini.


Politisi PAN daerah pemilik Banggai, Bangkep dan Banggai Laut ini menjelaskan, hasil konsultasi dengan Menpan RB ada beberapa penjelasan yang dapat diinformasikan.


Pertama, setiap daerah yang hendak merekrut tenaga PPPK wajib melakukan evaluasi terhadap kebutuhan ASN, baik itu PNS maupun PPPK di wilayah masingp-masing dan melalui biro organisasi untuk provinsi, bagian Ortal untuk kabupaten, dengan melakukan analisis jabatan (AJ) dan analisis beban kerja (ABK) serta evaluasi kepegawaian 5 tahun sekali untuk mengetahui peta jabatan dan peta beban kerja.

BACA JUGA:  DSLNG Terima Kunjungan Kanwil Kemenkumham Sulawesi Tengah

Kedua, setelah evaluasi kebutuhan tenaga ASN dan PPPK dilaksanakan, maka BKD akan mengusulkan kepada Menpan RB dengan E-Formasi dan akan divalidasi oleh Menpan RB menjadi formasi, untuk kebutuhan ASN di daerahnya masing masing, serta dilampirkan fakta integritas kesanggupan daerah bersedia dan sanggup membayar gaji dan tunjangan PPPK yang akan diajukan.

Ketiga, bagi tenaga honorer yang tidak diseleksi melalui PPPK dan PNS, dilakukan melalui tenaga ahli daya atau out sourcing, seperti pramusaji, satuan keamanan, sopir dan lain-lain. Mereka akan menjadi sejenis pengadaan barang dan jasa yang diadakan setiap tahun sesuai kebutuhan. Untuk tenaga ahli daya atau outsourcing ini perlu dikonsultasikan ke LKPP terkait apa saja yang dapat disediakan dan diadakan selain sopir, tenaga kelistrikan, pramusaji, satuan keamanan dan cleaning service, karena belum jelas jenis profesi outsourcing yang dimaksud yang bisa diadakan oleh daerah.

Keempat, prioritas PPPK masih sama yaitu fokus pada pemenuhan tenaga guru dan kesehatan, sedangkan tenaga honorer yang menjadi tenaga administrasi perkantoran disarankan melihat jabatan fungsional yang dapat diisi oleh P3K, misalkan di lingkungan DPRD. Staf administrasi bisa masuk ke dalam pranata humas, asisten legislasi dan lain-lain.

Menurutnya, perlu ditambah formasi jabatan lainnya, seperti tenaga administrasi perkantoran, asisten pribadi, fotografer, tenaga sound sistem, protokoler dan lain-lain. Belum ada kebijakan khusus terkait tenaga honorer lama yang sudah mengabdi diatas 5 atau 10 tahun dan hanya fokus kepada guru dan tenaga kesehatan.

“Menurut kami ini tidak adil. Seluruh tenaga kontrak daerah masing masing di seluruh Indonesia perlu menyurat dan mendesak pemerintah pusat untuk menunda atau membatalkan kebijakan penghapusan tenaga honorer, sebelum ada kejelasan kebijakan bagi tenaga honorer yang sudah lama mengabdi,” ungkap Ronald.


Kelima, sesuai Undang-Undang ASN nomor 5 tahun 2014, PP 11 tahun 2017 tentang manajemen ASN dan PP 49 tahun 2018 tentang jabatan fungsional yang dapat diisi oleh PPPK bahwa selambat-lambatnya 28 Oktober 2023 pemerintah pusat akan menghapus seluruh pegawai honorer diruang lingkup pemerintah.

BACA JUGA:  Roadshow Kelembagaan,  SKK Migas – JOB Tomori Santuni 200 Anak Yatim dan Sediakan Seribu Paket Sembako Murah


Menurut Ronald, belum ada skenario matang dan jelas dari pemerintah pusat untuk tenaga honorer yang sudah lama mengabdi, sehingga perlu ada upaya dan daya dorong dari semua daerah untuk mendesak pemerintah pusat melalui DPRD dan kepala daerah untuk menunda atau membatalkan wacana mengakhiri tenaga kontrak atau tenaga honorer di daerah. Sebab, kebijakan peralihan, sangat tidak jelas dan belum siap untuk disampaikan kepada Presiden dan DPR RI.


Keenam, perubahan tenaga honorer menjadi PPPK adalah hal yang positif dan akan membawa dampak baik bagi yang lolos seleksi PPPK, tetapi tidak semua daerah akan mampu menganggarkan belanja PPPK, karena gaji mereka akan setara PNS, sehingga belanja pegawai akan meningkat drastis. Dengan demikian, tenaga honorer masih dibutuhkan daerah agar belum dihapuskan oleh pemerintah pusat. Belum lagi quota yang akan disetujui oleh pemerintah pusat biasanya tidak sesuai dengan kebutuhan daerah.


Ketujuh, surat keputusan Menpan RB Nomor 76 Tahun 2022 tentang jabatan fungsional yang dapat diisi oleh pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) hanya terdapat 187 jabatan fungsional yang menurut Komisi 1 DPRD Sulteng belum lengkap.


Dewan mendorong agar Kemenpan RB menambah jabatan fungsional yang dapat diisi oleh PPPK, serta juga memprioritaskan para tenaga honorer yang sudah mengabdi di atas 5 tahun dengan memberikan solusi bagi honorer bukan hanya kepada guru dan tenaga kesehatan saja.


“Jika memungkinkan ada seleksi khusus bagi yang sudah mengabdi lama dan bukan mengikuti seleksi reguler. Kedelapan, belum ada kebijakan khusus pemerintah pusat terhadap tenaga honorer yang sudah lama bekerja di instansi pemerintah membuat seleksi P3K yang dilakukan nanti tidak bisa memastikan honorer yang sudah bekerja lama di pos kerja jabatan masing masing yang akan digantikan PPPK yang direkrut dari yang sudah lama mengisi jabatan tersebut alias belum pasti diisi oleh honorer tetapi bisa oleh orang lain, karena seleksi terbuka kecuali guru yang ada seleksi afirmasi lebih terarah. Kenapa hanya guru? tidak semua sekalian yang sudah bekerja lama lebih dari 5 atau 10 tahun,” tuturnya.

BACA JUGA:  UGM dan Kabupaten Banggai Kerja Sama Pengelolaan Sumber Daya Air dan Geopark


Kesembilan, belum ada kepastian dan ketegasan dengan dihapuskannya tenaga honorer di tahun 2023, akan ada pos kerja yang tidak terisi oleh PPPK dan akan dibiayai atau dilakukan dengan cara apa.

Komisi 1 DPRD Sulteng menyarankan, agar pos jabatan yang belum tersisa oleh ASN yaitu PNS dan PPPK masih dapat diisi oleh tenaga honorer. Contoh misalnya, ada sekolah tidak ada guru matematika atau guru agama, dan mereka tenaga honorer, saat waktunya dicabut atau dihapus dan posisi guru tersebut tidak terisi, maka akan membuat persoalan baru.

“Kesimpulannya, pertama masa kerja tenaga honorer jika tidak ada perubahan kebijakan akan berakhir pada November 2023 sehingga di APBD 2023 masih dapat dianggarkan belanja tenaga honorer. Kedua, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota segera menyusun analisis jabatan dan analisis beban kerja dan segera mengajukan permohonan formasi jabatan kepada pemerintah pusat untuk menyelamatkan dan memfasilitasi sebanyak mungkin tenaga honorer yang bekerja dengan baik dan sudah lama mengabdi dalam waktu transisi ini,” sarannya.

“Ketiga, tenaga honorer adalah jawaban sederhana atas kebutuhan tenaga pegawai di daerah yang lebih murah dan mengakomodir serta membantu banyak orang. Sebagian dari mereka bisa di seleksi bertahap untuk menjadi PPPK, sehingga harapan kami silahkan laksanakan seleksi PPPK tanpa harus menghapus honorer di tahun 2024. Komisi 1 rencana kedepannya, akan mencoba jika bisa konsultasi langsung dengan Menteri PAN RB serta ke DPR RI dan juga Kemendagri terkait persoalan ini, karena perjuangan ini belum selesai,” pungkasnya. RUM

Pos terkait