Tausiyah Ramadan: Kenapa Allah Mengujimu?

Iswan Kurnia Hasan

Oleh: H. Iswan Kurnia Hasan, Lc. MA
(Founder Alquran Institute Banggai)

Kehidupan dunia adalah media terbuka untuk mencari bekal akhirat. Allah Swt. sengaja menciptakan dunia untuk menguji hamba-Nya, siapakah nanti yang berhak untuk mendapatkan kebahagiaan hakiki. Dan sebaliknya, siapa yang pantas sengsara dan mendapatkan siksa yang abadi. Memahami kesejatian dunia, sudah cukup bagi kita untuk selalu siap menghadapi kenyataan hidup. Tegar menghadapi realita pahit atau manis. Sabar menghadapi ujian, sehebat apapun bentuknya.

Karena dunia adalah partikel dan bukan inti. Sarana dan bukan tujuan. Ibarat seorang yang hanya menyeberang untuk menuju akhir perjalanan. Atau keterasingan sementara untuk menjadi pribumi di akhirat. Dalam surat Thaha al-Hadîd ayat 20, Allah menyindir dunia, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”

Saat kita menyeberangi dunia lantas mendapat ujian, maka ia ibarat pil pahit yang kita minum. Hanya sementara rasanya di lidah. Namun menjadi manis bagi seluruh tubuh. Sakit menjadi hilang, jasad kembali sehat dan siap untuk beraktivitas lebih lama.

Oleh karena itu, ketika Allah menghendaki kebaikan dalam diri seseorang. Ingin menyehatkan kembali kesadarannya sebagai hamba di hadapan Allah Swt.. Atau mungkin ingin mengembalikan kehidupannya yang telah melenceng dari shirât al-mustaqîm, maka Allah akan memberi ujian kepadanya.

BACA JUGA:  Ketua TP PKK Banggai Hadiri Rakor PKK Provinsi Sulteng

Dalam hadist riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala yang akan didapat seseorang sebanding dengan ujian yang diterimanya. Bila Allah mencintai seseorang, maka ia akan memberikannya ujian. Bila ia ridha dengan ujian itu, maka Allah akan meridhainya. Bila ia enggan, maka Allah akan memberikan murkaNya.”

Allah Swt. ketika memberikan ujian kepada seseorang, Ia juga Maha Tahu batas ketahanan hambaNya terhadap ujian. Karena itu, Allah tidak akan pernah. Sekali lagi, tidak akan pernah memberikan ujian kepada seseorang melebihi batas kemampuannya. Allah Swt. berfirman dalam surat Albarah ayat 287, “Allah tidak akan membebani seseorang kecuali berdasarkan kemampuannya untuk menanggung beban tersebut”.

Maka berbahagialah ketika kita mendapat ujian. Kenapa harus bahagia justru ketika mendapat ujian? Karena ujian itu tujuannya memberikan kesehatan kembali kepada ruhiah kita. Ujian untuk mengembalikan kesadaran kita dari keseharian dunia, yang mungkin melenakan dan meninabobokan.

Ujian juga bentuk dari kecintaan Allah kepada hambaNya. Mungkin terkesan aneh. Kenapa wujud cinta harus dengan ujian. Tapi, begitulah cara Allah mencintai hamba-hambaNya yang dipilih. Allah menguji kita, untuk menakar apakah cinta yang telah Allah berikan mendapatkan timbal balik. Atau bertepuk sebelah tangan.

Inilah yang dipahami oleh Nabi Ayyub as.. Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Nabi Ayyub sebelumnya adalah seorang kaya raya. Memiliki harta yang berlimpah. Punya lahan yang sangat luas. Dan peternak unggul. Ia memiliki semua jenis hewan ternak. Kemudian Allah Swt. cabut semua kenikmatan itu tanpa tersisa. Bukan hanya itu saja, Allah Swt. kemudian memberinya penyakit di seluruh badan. Sehingga anggota tubuh yang sehat dan selamat hanya hatinya yang dipakai untuk mengingat Allah dan lisannya yang dipakai untuk melantunkan zikir.

BACA JUGA:  NasDem Banggai Belum Tentukan Sikap di Pilkada, PKB Tak Jamin Bisa Usung Amirudin Lagi

Waktu Allah Swt. menguji Nabi Ayyub as.juga cukup lama. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dan Ibnu Majah disebutkan, “Sesungguhnya Nabi Ayyub as. berada dalam ujiannya selama delapan belas tahun. Baik keluarga dekat maupun yang jauh menolaknya kecuali dua orang laki-laki dari saudara-saudaranya. Keduanya yang selalu memberinya makan dan menemuinya.”

Karena kondisi badannya yang penuh sakit, Nabi Ayyub as. sampai dibuang di tempat sampah di ujung kota. Dan yang melayaninya hanya istrinya. Karena harta habis tak tersisa, maka istrinya bekerja sebagai pembantu di rumah orang dan hasilnya dipakai untuk merawat dan memberi makan Nabi Ayyub as.. Selama 18 tahun jasadnya tersiksa karena sakit di seluruh badan, belum lagi keluarga dan kerabat yang menjauh, tapi nabi Ayyub as tetap sabar dan berprasangka baik kepada Allah. Tetap cinta dan tunduk hanya kepada-Nya. Tetap berprasangka baik. Cinta yang Allah Swt. berikan dalam bentuk sakit, dibalas dengan zikir dan sabar. Sampai Allah Swt. kemudian berfirman dalam surat Shad ayat 44, “Dan ambillah dengan tanganmu seikat (jerami), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya).”

BACA JUGA:  Awal Masuk Sekolah, SMPN 3 Luwuk Gelar Halal Bihalal

Allah kemudian memuji nabi Ayyub as. sebagai contoh kesabaran dan contoh ketaatan. Setelah melewati proses ujian selama 18 tahun, levelnya meningkat. Bukan hanya sekedar hamba yang taat. Tapi Allah Swt. mengabadikannya sebagai hamba yang sangat taat. Maka setelah 18 tahun dalam sakit, Allah Swt. kemudian mengembalikan ulang semua yang dimilikinya sebelum sakit. Jasadnya sembuh total. Hartanya dikembalikan dalam jumlah yang lebih banyak. Melebihi jumlah sebelum ia sakit.

Bagi kita yang saat ini menghadapi ujian dalam kehidupan, juga harus optimis untuk melewatinya. Karena Allah sangat mengetahui kualitas kita. Dan Allah tidak akan pernah memberikan ujian melebihi kapasitas kita untuk menerimanya. Ujian hanya sarana untuk menaikkan level kemanusiaan kita. Sarana untuk membuat kita lebih mulia lagi di hadapan mahluk, dan juga di hadapan Allah Swt, dengan syarat kita mampu melaluinya.

Setiap ujian, bila kita mengeluarkan semua potensi kita sebagai manusia, memaksimalkan usaha dan ikhtiar kita, dan memasrahkan sepenuhnya kepada Allah diiringi dengan doa yang ikhlas dan syahdu. Maka insya Allah kita akan mampu melewatinya. Dan saat melewatinya, kapasitas kita telah meningkat. Kita telah menjadi manusia di level yang lain. Berbeda dengan manusia pada umumnya. ***

Pos terkait