BANGGAI RAYA- Tahun 2018-2019, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Banggai menyiapkan program satu desa satu perpustakaan. Dan terealisasikan sebanyak 24 desa yang telah membangun gedung perpustakaan desa dari 291 desa di daerah ini.
Sejak wabah Covid-19 melanda Kabupaten Banggai, berimbas dengan tersendat program Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Banggai tersebut. Begitu juga dengan program-program lainnya.
Seperti program penyediaan sarana pengetikan dan print (cetak) bagi para mahasiswa yang ingin membuat makalah atau skripsi di Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Banggai, sebab tidak lagi memiliki dana untuk menyediakan tinta printer dan lain sebagainya.
Kepala Bidang Pelayanan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Banggai, Zainudin Saluki mengaku, saat Covid-19 melanda daerah ini, dana pembelian tinta dan perbaikan printer mulai dikurangi. Sehingga program tersebut tersendat, mahasiswa datang hanya membaca dan sudah tidak bisa menggunakan sarana komputer dan printer.
“Terbentur saat Covid-19, sehingga tersendat pembelian tinta, serta program turun ke desa-desa. Daerah kita ini percontohan, makanya perpustakaan nasional membantu enam perpustakaan desa, serta baru-baru ini ada 5 desa lagi. Bantuannya, yaitu buku dan 3 unit komputer serta printer. Bahkan terakhir diberikan servernya dan TV,” kata Zainudin Saluki kepada Banggai Raya, di ruang kerjanya, baru-baru ini.
Ia menjelaskan, pemikiran membangun perpustakaan desa, yaitu dinas perpustakaan bisa bergerak apabila ada perpustakaan di bawahnya. Dinas Perpustkaaan dan Kearsipan Banggai tidak bisa berdiri sendiri, pasti macet kinerjanya.
Kecenderungan, biasanya dinas bisa mendapatkan bantuan anggaran dari pemerintah apabila memiliki kegiatan yang dapat dipertanggungjawabkan. Seperti pada dinas pendidikan yang memiliki satuan pendidikan, serta dinas kesehatan yang memiliki Poskesdes di setiap desa di wilayah Kabupaten Banggai.
“Kalau begitu, kapan mau mati dinas tersebut. Sebab 291 desa, semuanya ada Polindes, begitu juga dengan sekolah-sekolah. Jadi mereka akan menyediakan alat sebanyak yang dibutuhkan yaitu 291 unit. Itu baru satu jenis, belum alat-alat lainnya. Itulah dasar pemikiran kami, kalau terpenuhi perpustakaan di 291 desa, maka dinas perpustakaan akan terus bergerak,” jelasnya.
Bagaimana dinas ini bisa punya nama kata dia, maka muncullah program satu desa satu perpustkaan. Kebetulan di desa tersebut ada APBDesa, salah satu prioritas penggunaan dana desa tahun 2018-2019, yaitu membangun perpustakaan desa.
Hanya saja keluhnya, sejumlah kepala desa tidak melirik program itu. Pedoman Juknis dalam penggunaan APBdesa adalah membangun perpustakaan, hanya itu tidak direalisasikan oleh kepala desa.
Sudah ada regulasinya, hanya terbentur dengan dana sosialisasi. Sehingga dinas perpustakaan melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi di daerah ini.
“Melalui program KKN mahasiswa, kami sisipkan sosialisasi perpustakaaan desa. Pematerinya kami sendiri, tidak dibayar. Terpenting program mahasiswa jalan, juga sosialisasi perpustakaan desa berjalan. Akhirnya dari sosialisasi tersebut, ada 6 desa membangun gedung perpustakaan. Perpustakaan yang terbangun sebanyak 20 unit. Persoalan lainnya, belum terisi, karena kami tidak memiliki anggaran. Dalam satu perpustakaan minimal sebanyak 2.000 ekslempar buku,” tambahnya. RUM