Penguatan Pendidikan Ahlak di Era New Normal

Arif nurfaimin, S.Pd.I & Dr. Abd. Azis Muslimin, M.Pd., M.Pd.I
PENULIS: Arif nurfaimin, S.Pd.I
(Mahasiswa Paccasajana Pendidikan Agama Islam Unismuh Makassar) dan
Dr. Abd. Azis Muslimin, M.Pd., M.Pd.I.
(Dosen Paccasajana Pendidikan Agama Islam Unismuh Makassar)

Covid-19 merupakan wabah virus yang sangat mempengaruhi aktivitas manusia. Seluruh kegiatan dan aktivitas yang melibatkan dan mengumpulkan banyak orang dilarang oleh pemerintah. Begitu juga peran lembaga pendidikan, seluruh aktivitas proses pembelajaran di sekolah dilarang untuk sementara waktu guna mencegah penyebaran virus Covid-19. Pandemi Covid-19 telah memaksa kita semua, termasuk kalangan pendidik dan lembaga pendidikan Islam untuk berubah. Proses pembelajaran yang biasanya dilakukan di sekolah atau kampus dengan cara tatap muka, kini harus dilakukan secara Daring atau online.

Selama masa pandemi, gerak dan langkah kita semakin terbatas, akan tetapi tidak berlaku dalam hal menggali informasi melalui kemampuan dan kecanggihan teknologi yang sangat pesat dan serba digital. Oleh karenanya, perlu adanya pengawasan yang lebih ketat dan keseimbangan dalam penggunaan media informasi untuk kegiatan penguatan pendidikan. Sebab, nilai-nilai utama penguatan pendidikan adalah Ahlak atau Karakter Religius, Nasionalis, Mandiri, Gotong Royong dan Integritas.

Penguatan Pendidikan Ahlak, merupakan gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olahraga, dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Akhlak menjadi suatu hal yang penting dalam masa pembelajaran daring. Pendidikan dengan metode pembelajaran daring ini apabila tidak dibarengi dengan peran akhlak akan membuat nilai-nilai pendidikan tidak bisa membentuk karakter dan kepribadian yang baik. Apalagi pembelajaran daring hanya memungkinkan proses pembelajaran berlangsung lewat aplikasi Zoom, WA, Telegram dan aplikasi lainnya, tanpa pertemuan secara langsung antara pendidik dan peserta didik. Hal itu tentu mengurangi dari makna hubungan kedekatan antara pendidik dan siswa. Apalagi kebanyakan peserta didik biasanya belajar ahlak yang baik dengan langsung melihat contoh dari prilaku gurunya lewat interaksi langsung saat berada di sekolah.

BACA JUGA:  DSLNG Terima Kunjungan Kanwil Kemenkumham Sulawesi Tengah

Menyaksikan fenomena tersebut kami sebagai Aktifis Pemerhati Pendidikan Indonesia merasa bahwa pembelajaran daring ini sangat jauh dari nilai-nilai pendidikan yang sesungguhnya yaitu terwujudnya sebuah pendidikan yang mampu membentuk karakter dan kepribadian siswa. Kita semua mengetahui pendidikan harus menyampaikan tiga aspek yaitu kognitif, psikomotik dan afektif. Aspek kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (keterampilan) bisa dilakukan secara online. Guru atau dosen bisa langsung mengirim materi secara online kepada peserta didiknya melalui berbagai aplikasi. Tapi, untuk aspek afektif (sikap atau akhlak) kepada peserta didik tak semua selesai dengan pembelajaran secara online. Apalagi di tengah dinamika global yang serba canggih dan online sekarang. Maka sudah selayaknya sebagai guru/dosen mencari cara untuk melakukan transfer of knowledge sekaligus menanamkan nilai-nilai akhlak kepada peserta didik yang mana hal ini tentu tidak mudah, sebagai wujud tanggung jawab profesi, sekaligus membangun generasi muda yang baik dan unggul di masa depan.

BACA JUGA:  Pilgub Sulteng 2024, Rusdy Mastura Cocok Dipasangkan Dengan Amalya Murad

Kukrikulum atau konten yang disampaikan dalam pendidikan di era online juga harus berbeda dengan tahun-tahun sebelum pandemi. Kurikulum pendidikan harus dinamis dan luwes

sesuai dinamika dan tuntutan masyarakat, orang tua, bahkan dunia usaha yang berkembang saat ini. Menajdi seorang guru/dosen di era new normal harus semakin kreatif dan inovatif. Karena mereka dituntut bisa mengajar dan memacu motivasi belajar peserta didik, sekaligus menanamkan ahlak dan budi pekerti yang baik.

Sebagai umat Islam, tentu patokan dan sumber segala nilai kita adalah Al Quran dan Sunnah Nabi SAW. Pendidikan harus mampu menghasilan sosok manusia yang unggul serta mampu mengatasi tantangan zaman, dan yang lebih penting lagi adalah tidak keluar dari nilai-nilai agamanya, yaitu Islam yang kaffah.

Proses pembelaran secara daring atau jarak jauh, membuat peran sekolah atau kampus akan semakin kurang. Guru tak bisa sepenuhnya bisa mengawasi dan menanamkan nilai-nilai akhlak kepada anak didiknya. Bahkan dengan sistem belajar online, anak-anak justru lebih banyak di rumah bersama orang tuanya.

Dalam kondisi seperti itu, maka peran dan fungsi keluarga harus diperketat. Orang tua, kakak atau anggota keluarga lainnya harus bisa berperan sebagai pendidik dan fasilitator yang baik bagi anak-anak saat belajar di rumah. Memberikan gadget atau laptop serta pulsa pada anak saat belajar daring tidaklah cukup. Masih perlu pendampingan dari orang tua, terutama bagi anak-anak usia yang masih duduk di bangku SD atau SMP, orang tua harus bisa menjadi guru yang baik sekaligus teman bermain di rumah. Anak-anak harus didampingi dan dipandu untuk tetap bisa belajar dengan baik, karena ada kalanya mereka belum paham ketika hanya belajar secara online atau menyimak pesan dan instruksi guru melalui media daring. Sehingga, peran orang tua sangat dibutuhkan. Jangan biarkan anak belajar secara mandiri sepenunya. Apabila di perjalanan terdapat suatu masalah, maka pihak siswa atau orang tua perlu segera berkomunikasi dengan baik ke pihak guru atau sekolah. Apalagi dengan perkembangan teknologi saat ini yng memungkinkan komunikasi dua arah dilakukan secara online. Tentunya komunikasi tersebut harus tetap berada pada kaidah dan tata cara berkomunikasi yang baik.

BACA JUGA:  Roadshow Kelembagaan,  SKK Migas – JOB Tomori Santuni 200 Anak Yatim dan Sediakan Seribu Paket Sembako Murah

Sebagai orang tua dan keluarga tentunya harus menjadi figur contoh Ahlak yang terbaik karena anak-anak cenderung meniru apa yang mereka saksikan setiap hari. Karena anak lebih sering berada di rumah bersama orang tua dan keluarga maka sudah sepatutnya bagi orang tua dan keluarga untuk lebih berhati-hati dalam memilih kata saat berkomunikasi, bersikap dan bertindak, karena setiap kata, sikap dan perbuatan kita hari ini adalah contoh yang mereka saksikan secara langsung dan akan membentuk karakter mereka.

Pos terkait