MENCABUT AKAR KASUS NARKOBA

Oleh: Fitria A Sulila, A.Md.Kom

Bahaya narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) selalu mengintai siapa saja. Narkoba merancuni generasi muda (yang sudah putus sekolah, para pelajar), public figure, ibu rumah tangga hingga pejabat.

Terbaru di daerah kita, kembali disuguhi seorang wanita yang kedapatan menjual pil koplo jenis THD. Kasus ini adalah satu contoh kasus dari sekian banyak kasus serupa yang belum terungkap di berbagai daerah lainnya sekitar Kabupaten Banggai. Mari kita telusuri  fakta-fakta yang ada di negeri ini bahwa berdasarkan penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) di 2017, jumlah penyalahgunaan narkoba di Indonesia mencapai lebih dari 3 juta orang pada kelompok usia 10 hingga 59 tahun. Mirisnya, kalangan pelajar dan mahasiswa menyumbang angka pengguna narkoba sebesar 27 persen.

Menurut data BNN, 37 hingga 40 orang di Indonesia meninggal setiap harinya akibat konsumsi narkotika
Lalu bagaimana saat di masa Pandemi? Apakah ada penurunan kasus ataukah sebaliknya?

Bacaan Lainnya

“Kalau kita lihat perkembangan peredaran gelap dan penyalahgunaan (narkotika) di Indonesia, terutama pada saat adanya pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung satu tahun ini, pada kenyataannya kita melihat belum adanya penurunan, bahkan kita melihat tren perkembangan yang meningkat,” kata Deputi Pemberantasan BNN Irjen (Purn) Arman Depari seusai pemusnahan barang bukti narkotika di Jalan MT Haryono, Jakarta Timur, Rabu (24/2/2021). Faktanya di masa pandemi justru semakin meningkat kasus ini.

Sejumlah kebijakan telah diberlakukan sebagai upaya mencegah masuknya pasokan narkoba dari luar negeri serta memutus peredaran narkoba di dalam negeri. Di tahun 2020, Badan Narkotika Nasional (BNN) membuat suatu kebijakan  dalam hal sinergitas pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

Adapun empat fungsi strategis pertahanan aktif dalam hal fungsi kelembagaan BNN khususnya P4GN, antara lain fungsi protektif (pemberantasan),  fungsi preventif (pencegahaan), fungsi kuratif (rehabilitasi) dan fungsi imunitif (pemberdayaan masyarakat). Namun, tampaknya empat fungsi strategis belum berjalan dengan maksimal. Momok menakutkan dari penyalahgunaan narkoba belum juga berhenti, penangkapan bandar narkoba dan juga pemakai narkoba masih terus menghiasi pemberitaan hingga ke pelosok-pelosok negeri.

Setidaknya ada tiga hal yang menjadi penyebab penyalahgunaan narkoba belum mampu teratasi dengan tuntas, yaitu pertama, liberalisasi yang menguasai cara pandang kehidupan di masyarakat. Kedua, ketakwaan individu dan masyarakat semakin terkikis. Ketiga, sistem sanksi atas penyalahgunaan narkoba yang tak memberikan dampak jera bagi pengguna maupun penjual narkoba.  Ketiga hal tersebut merupakan bentuk wajah gagalnya sistem kapitalisme yang bercokol di Indonesia.

Sebagai suatu negara dengan penerapan sistem kapitalisme, senantiasa mengadopsi paham-paham barat. Di mana kebebasan berperilaku, dan kepemilikan harta (penjual narkoba) tak bisa terpisahkan dari gambaran kehidupan masyarakatnya.

Dalam hukum negara, UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur beberapa sanksi bagi pengguna maupun pengedar. Bagi pengguna bisa direhabilitasi secara medis, sedangkan hukuman terberat bagi pengedar adalah hukuman mati. Masalah ini tidak selesai bukan karna tidak adanya undang-undang yang mengatur, atau masyarakat yang terlalu cuek dengan jutaan kasus. Inilah buah penerapan sistem kapitalisme-sekular. Di mana kebahagiaan diukur dari terpenuhinya kesenangan jasmani tanpa melihat aspek halal-haram. Sistem dimana ide kebebasan (liberalisme) digaungkan sedang agama diletakan hanya pada ranah ibadah ritual semata.

Dalam sistem kapitalisme, sistem sanksi atas tindakan penyalahgunaan sepertinya belum bertindak tegas, sanksi yang diberlakukan hanya pada pengedar kelas kecil namun terhadap mafia narkoba tak berlaku. Sangat tidak mungkin narkoba bisa diputus mata rantainya. Ketika mafia narkoba dalam skala internasional masih berkeliaran bebas melalui berbagai cara, misalnya melalui jalur perdagangan internasional laut, udara bahkan secara online. Oleh sebab itu, berharap pada sistem kapitalisme untuk dapat mengatasi maraknya penyalahgunaan narkoba secara tuntas merupakan sesuatu yang tidak mungkin.

Butuh suatu sistem kenegaraan yang tak akan membuka peluang masuknya paham barat, seperti liberalisasi dalam berperilaku maupun soal kepemilikan harta. Suatu aturan negara yang mengajak masyarakatnya untuk senantiasa menjadi manusia yang bertakwa, memahami halal dan haram secara menyeluruh. Suatu sistem sanksi yang menjadikan aturannya berlaku tanpa pilih-pilih siapa pelakunya, baik sebagai pemakai maupun pengedar dalam skala kecil maupun besar, Memandang narkoba merupakan barang yang haram diproduksi, dikonsumsi dan didistrubusikan di tengah masyarakat. Bahkan keharamannya tersurat dalam hadist Rasulullah Saw melarang setiap zat yang memabukan dan menenangkan (mufattir). (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Adapun sanksi yang dapat diberlakukan sesuai dengan kadar bagi pelakunya, dari yang ringan hingga paling berat. Mulai dari pengumuman, diekspos di tengah masyarakat, penjara, denda, cambuk bahkan hukuman mati. Dengan melihat kadar kejahatannya dan bahayanya di tengah masyarakat. Dalam kitab Nizham al-‘Uqubat, apabila vonis telah dijatuhkan maka itu bersifat mengikat bagi seluruh kaum Muslim, termasuk pemimpin negara. Oleh sebab itu, tak boleh dibatalkan, dihapus, diubah, diringankan atau yang lainnya selama vonis itu pada jalur syariat Islam.
Maka, begitu vonis telah ditetapkan harus segera dieksekusi secepatnya. Proses eksekusinya pun dipublikasikan, diketahui,  bahkan disaksikan oleh masyarakat. Dengan cara itu, akan memberikan efek jera. Orang pun akan berpikir kembali untuk melakukan kejahatan yang sama, sehingga sanksi sebagai zawajir dapat terwujud. Karena sistem sanksi dalam Islam bersifat zawajir dan jawabir,  hukum mati bagi pelaku kejahatan sesuai dengan kadar yang bisa ancaman yang bisa menimbulkan keresahan di masyarakat. Hal itu bertujuan agar masyarakat terlindungi dari dampak kejahatan narkoba, misalnya pencurian, perampokan, begal, pembunuhan, KDRT, loss generation dan lain-lain. ***

Pos terkait