Kembangkan Padi Organik dan Biogas, JOB Tomori Ajak Petani Lestarikan Lingkungan

BANGGAI RAYA-Di tengah kesulitan pupuk yang kerap dialami petani, pengembangan padi organik atau padi tanpa pupuk kimia bisa menjadi solusinya.

Pengembangan padi organik ini juga diprogramkan oleh Joint Operating Body Pertamina Medco E&P Tomori Sulawesi (JOB Tomori).

Sebagai perusahaan hulu migas yang ada di bawah pengawasan SKK Migas dan beroperasi di Kabupaten Banggai, JOB Tomori juga memahami kondisi kesulitan pupuk yang dialami petani.

Karenanya, dengan menggandeng sejumlah ahli pertanian, perusahaan tersebut memperkenalkan padi organik kepada petani di Kecamatan Moilong, salah satunya di Desa Sumber Harjo, sebagai varietas padi yang ditanam tanpa menggunakan pupuk kimia. Untuk merangsang pertumbuhannya, padi organik menggunakan pupuk alam yakni kompos dan limbah cair biogas.

Guna mendukung program tersebut, melalui Kelompok Sumber Tani Lestari, Desa Sumber Harjo, JOB Tomori juga memberikan dukungan pembuatan pupuk alam dari kompos, dengan memanfaatkan sejumlah tanaman dan limbahnya seperti batang pisang, sekam padi dan sebagainya. Tak hanya itu, JOB Tomori juga mensuport pembangunan sarana pengolahan biogas untuk anggota kelompok tani.

BACA JUGA:  Menuju Periode Kedua, Amirudin Tamoreka Merapat ke PKB Banggai

Dari pengembangan biogas yang bahan utamanya adalah kotoran sapi, ternyata menghasilkan sejumlah manfaat. Lamri, salah satu petani yang tergabung dalam kelompok tani Sumber Tani Lestari, kepada wartawan, Sabtu (24/12/2022) mengatakan, biogas yang bahan utamanya dari kotoran sapi, bisa memenuhi beberapa kebutuhan warga, yakni sumber energi untuk kompor gas atau bisa menggantikan fungsi gas LPG, dan limbah buangannya bisa untuk pupuk cair dan pupuk padat yang berguna untuk tanaman, khususnya tanaman seperti padi organik yang tidak lagi menggunakan pupuk kimia.

“Jadi pengembangan biogas, juga berkaitan langsung dengan pemenuhan kebutuhan pupuk alam, di samping fungsi utamanya adalah menghasilkan gas untuk rumah tangga,” tuturnya.

Ia mengatakan, seluruh sarana pendukung pembuatan biogas, mendapat dukungan penuh dari JOB Tomori, dan ini sangat membantu petani, khususnya dalam memenuhi kebutuhan pupuk untuk padi organik.

BACA JUGA:  Kandidat Bupati Amirudin Tamoreka Ambil Formulir Pendaftaran di PAN Banggai

Terkait dengan padi organik, Lamri mengatakan bahwa hasilnya cukup memuaskan. Masa tanamnya lebih singkat dibanding jenis padi biasa yang menggunakan pupuk kimia. “Untuk masa persemaian bibit atau hamburan, hanya butuh 15 hari, kemudian setelah ditanam sampai masa panen hanya butuh 100 hari, bahkan ada yang bisa 95 hari sudah panen. Ini lebih singkat dibanding padi biasa yang menggunakan pupuk kimia yang membutuhkan waktu sekitar 107 hari,” jelasnya. Untuk membasmi hama tikus yang cukup meresahkan, petani juga menggunakan burung hantu sebagai predator tikus. Dan JOB Tomori memberikan dukungan melalui program pembangunan rumah burung hantu (Rubuhan) permanen lengkap dengan sarana karantina untuk burung hantu yang sakit.

Lalu untuk hasil padi organik, menurut Lamri, menghasilkan paling kurang 4,5 ton gabah kering per hektar. Ada juga yang hasilnya sampai 5,5 ton per hektar.

BACA JUGA:  Amirudin 'Restui' Pengumpulan KTP Dukungan untuk Pilkada Banggai

Menyangkut harga padi organik, Lamri memastikan bahwa harga jualnya cukup baik. “Saat ini saja sudah lebih Rp12.000 per kilogramnya,” ucapnya.

Ia memahami, kebanyakan petani masih lebih memilih jenis padi non organik atau yang menggunakan pupuk kimia. Karenanya, sosialisasi tentang efek positif padi organik masih harus terus dilakukan. Saat ini di desa tersebut, baru 11 petani yang menanam padi organik, dengan luasan areal 4 hektar.

“Ke depan pasti akan lebih banyak petani yang menanam padi organik, karena selain bisa menghemat biaya penggunaan pupuk kimia yang cukup mahal, juga bisa meningkatkan kualitas dan harga jual padi, di samping tetap menjaga lingkungan agar lestari. Atas keberhasilan ini, kami menyampaikan terima kasih pada JOB Tomori,” ujarnya. DAR

Pos terkait