BANGGAI RAYA-Data Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM yang merupakan kompensasi atas kenaikan harga bahan bakar minyak di setiap kecamatan di Kabupaten Banggai, memperlihatkan angka yang timpang. Ada kecamatan yang jumlah keluarga penerimanya cukup banyak, namun ada kecamatan yang penerimanya hanya berada di kisaran lebih 200 KPM.
Dari data KPM, penerima terbanyak di Kecamatan Nuhon sebanyak 1.996 keluarga dan terkecil di Balantak Selatan sebanyak 296 keluarga. Berikut jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) per kecamatan :
- Balantak 395 KK
- Balantak Selatan 292 KK
- Balantak Utara 312 KK
- Batui 1.144 KK
- Batui Selatan 1.309 KK
- Bunta 1.925 KK
- Nuhon 1.996 KK
- Simpang Raya 1.037 KK
- Bualemo 1.694 KK
- Kintom 958 KK
- Luwuk 1.043 KK
- Luwuk Selatan 518 KK
- Luwuk Timur 1.351 KK
- Luwuk Utara 952 KK
- Nambo 851 KK
- Lobu 594 KK
- Pagimana 1.905 KK
- Lamala 755 KK
- Mantoh 850 KK
- Masama 878 KK
- Moilong 1.440 KK
- Toili 1.765 KK
- Toili Barat 1.856 KK
Dari data di atas, terlihat bahwa jumlah KPM di enam kecamatan kawasan kepala burung yakni Masama, Lamala, Mantoh, Balantak Selatan, Balantak dan Balantak Utara, tidak ada satupun yang berada di atas 1000 keluarga.
Sementara KPM di kawasan seperti Batui, Batui Selatan, Moilong, Toili dan Toili Barat, jumlah penerimanya berada di atas 1000 keluarga. Begitupula di kecamatan Bunta, Pagimana, Nuhon, Bualemo dan Simpang Raya, jumlah KPM juga lebih 1000 keluarga.
Pejabat Dinsos Banggai Ronal Putje menjelaskan bahwa penentuan KPM itu dari Kementerian Sosial. Kemensos kata dia, menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Sementara Koordinator Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kabupaten Banggai Moh Sadam kepada media ini Jumat (9/9/2022) mengatakan, DTKS menjadi dasar bagi Kemensos untuk menentukan sejumlah bantuan seperti bantuan pangan non tunai, BLT, PKH, bansos pusat atau provinsi dan sebagainya.
DTKS ini kata Sadam, berasal dari desa dan kelurahan yang kemudian dimasukan ke dalam aplikasi Kemensos. Soal penggunaan data itu untuk menentukan siapa yang menerima dan siapa yang tidak, tergantung pada Kemensos. Begitupula dengan data per kecamatan, juga sudah ditentukan oleh Kemensos. “Jadi bukan Dinsos yang tentukan data per kecamatan, tapi Kemensos berdasar DTKS,” tegasnya.
Baik Sadam maupun Ronal menyatakan bahwa DTKS itu bisa diperbarui, baik karena adanya data yang hendak dicoret atau ada usulan baru. Disinilah kata mereka, penguatan itu harus dilakukan oleh pemerintah desa dan kelurahan, dengan secara rutin melakukan pembaruan data. “Misalnya ada yang meninggal, atau ada yang sudah tidak layak disebut miskin, karena kehidupannya sudah lebih baik, seperti dapat pekerjaan di perusahaan atau jadi PNS,” kata Sadam.
Sebab kata dia, data DTKS ini dari bawah, sehingga desa yang harus kuat melakukan verifikasi awal. Desa harus mendata berdasar kriteria kemiskinan.
Sadam dan Onal juga berpesan, bila ada warga yang ditemukan miskin dan tidak menerima bantuan apapun, silakan laporkan ke desa, kelurahan atau TKSK. Laporan itu akan diverifikasi dan bila benar, maka akan jadi usulan baru dalam pembaruan DTKS. DAR