Sikapi Rangkap Jabatan Fuad Muid
BANGGAI RAYA- Rangkap jabatan yang dipegang Fuad Muid, yakni sebagai Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Banggai dan sebagai wakil rakyat Parlemen Teluk Lalong kembali disorot. Tak hanya kalangan akademisi berlatarbelakang hukum, semisal Nasrun Hipan dan Sukirlan Sandagang yang menyoalnya, tapi akademisi lainnya pun juga mengulik status Fuad Muid. Adalah Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Luwuk, Kisman Karinda.
Kisman menekankan bahwa rangkap jabatan wakil rakyat di lembaga yang pembebanan biayanya oleh APBN/APBD, tidaklah dibenarkan.
Sejatinya harap Kisman, kesadaran Fuad Muid selaku orang yang mengemban amanah rakyat, agar segera memilih satu di antara keduanya. “Dan kalaupun memang itu tidak diindahkan, ya seharusnya Badan Kehormatan (BK) Dewan Banggai segera bertindak,” tekan Kisman Karinda kepada Banggai Raya via pesan WhatsApp, Rabu (17/6/2020).
Kisman menjelaskan larangan rangkap jabatan. Pertama urai Kisman, anggota DPR dilarang merangkap jabatan sebagai: pejabat negara lainnya; hakim pada badan peradilan; atau pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
Kedua, anggota DPR dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan wewenang dan tugas DPR serta hak sebagai anggota DPR.
Secara perundang-undangan kata dia, sudah jelas sekarang persoalan peran dan tanggung jawab sebagai anggota DPR seharunya punya sensitivitas sosial. Artinya kata dia, secara moral harusnya sudah sadar tentang hak dan tanggung jawab.
“Karena kalau ditelusuri lebih jauh sebenarnya tugas dan tanggung jawab sebagai anggota dewan adalah sangat besar. Sebab, seorang anggota dewan punya beban moral terhadap konstituennya. Malah mau merangkap jabatan, artinya urusan yang satu saja belum bisa maksimal selesai, malah mau mngurusi hal lain. Seolah di Kabupaten Banggai ini tidak ada kader lain yang mampu mengurusi itu,” sorot Kisman.
Sebagai akademisi, Kisman mengaku, menyesalkan hal tersebut. “Jadi saya sebagai akademisi menyesalkan hal tersebut. Kenapa seorang anggota dewan tidak punya sensitivitas sosial,” tutur Kisman. JAD