Bikin Meleleh Air Mata, Begini Dinamika Mondok di Pesantren

BANGGAI RAYA- Kehidupan santri di Pondok Pesantren tentunya memiliki cerita tersendiri. Ada suka maupun duka dalam menimba ilmu agama di pesantren.

Dalam menjalani kehidupan di pesantren, santri tentunya harus tegar. Sehinga apa yang dicita-citakan yakni menjadi santri penghafal Alquran dapat terwujud.

Pimpinan Ponpes Daarul Hikmah Luwuk, KH. Muhammad Mu’adz LC menceritakan bagaimana kehidupan di pesantren.

Melalui postingan akun facebooknya Rabu (20/10/2021), Ustadz Mu’adz menulis, pernah ada seorang ustadz yang membuka catatan kiriman uang saku dari walisantri untuk anaknya yang mondok. Ada yang kirim Rp25 ribu untuk sebulan dan jika dirata-ratakan sehari jatah uang sakunya tidak sampai seribu rupiah.

Bahkan ada juga wali santri karena keterbatasannya mengaku selama anaknya mondok tidak pernah diberi uang saku. Ini membuatnya terharu mendengarnya.

BACA JUGA:  Terdakwa Korupsi, JPU Kejari Banggai Tuntut Mantan Kades Matabas 4 Tahun Penjara dan Bayar Uang Pengganti Rp592 Juta

Ada juga wali santri bercerita dapat surat dari sang anak yang tengah sakit dan berpesan pada ayahnya agar tidak perlu mengirimkan uang tambahan karena dia sudah mendapatkan obat. Sungguh sabar dan tegar, sang anak hanya minta didoakan agar segera sembuh. Sang anak paham bahwa orangtuanya tidak mampu.

Kemudian, ada juga santri yang sakit dan harus menjalani karantina di ruang isolasi. Terpaksa santri itu harus menjalani keseharian dalam sepi.

Ada pula ustadz yang berkisah, dulu saat mondok hanya diantar orangtuanya ketika berangkat pertama kali ke pondok. Dan kemudian dijemput setelah selesai masa belajarnya di pondok.

Selama sekian tahun tak pernah dikunjungi karena keterbatasan orang tuanya. Dia harus menahan rasa iri ketika melihat rekan-rekannya yang sering dijenguk. Cerita ini sama seperti yang dialami Ustadz Mu’adz.

BACA JUGA:  Koalisi Gerindra-Nasdem Hampir Pasti

Ada santri yang harus lari keliling lapangan, push up atau berdiri di luar kelas karena hukuman melanggar peraturan. Ada juga santri yang harus menahan buliyan atau pukulan santri lain yang nakal.

Pernah juga kata Mu’adz, ada Ustadz yang melihat santri menangis sesenggukan menahan beban di pondokan.

Tempat tidur santri kadang sekedar alas yang digelar untuk kemudian harus segera dirapikan karena difungsikan sekaligus sebagai kelas.

“Untuk makannya mereka harus rela berbagi dalam nampan bersama santri-santri lainnya, dia kadang harus cekatan atau tidak akan kebagian,” katanya.

Bahkan ada santri yang ketika mandi selalu bawa tempat sabun dan pasta gigi dalam keadaan tak ada sabun dan pasta gigi di dalamnya. Ini karena telah habis dan belum ada uang kiriman, dia juga pantang meminta dan menaruh iba dari temannya, dia tetap tegar menjalani hari-hari.

BACA JUGA:  Anti Murad Temui Prabowo, Kode Keras Dukungan Penuh Presiden Terpilih

“Saya pernah melihat ada santri kecil yang berjalan terseok-seok membawa timba berisi air, ukuran timbanya lebih besar dari tubuhnya, sesekali dia berhenti mengatur nafas dan tenaga,”.

“Saya juga pernah melihat seorang santri yang mendekap erat paket kiriman orangtuanya sedemikian lamanya, seolah sedang menumpahkan rasa rindunya,” tuturnya.

Banyak cerita tentang santri. Olehnya kata Mu’adz, orangtua harus membekali anak yang sedang nyantri dengan takwa, jika ada masalah mengeluh dan memohonlah kepada Allah sebelum ke yang lainnya.

“Santri wani ngaji. Santri kudu tirakat. Ora oleh sambat,” tutupnya. (*)

Sumber: Facebook Muhammad Mu’adz

Pos terkait