Anggaran RS & Insentif Nakes Seret, Apa Prioritas Pemerintah di Tengah Ledakan Covid-19?

Ilustrasi

Oleh: Fitriawati Ahsan
(Aktivis Komunitas Sahabat Hijrah)

Di tengah-tengah lonjakan kasus Covid 19, anggaran Covid untuk RS dan juga insentif yang seharusnya menjadi bentuk apresiasi kepada Nakes malah menunggak.

Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes),  mereka sedang berupaya menuntaskan tunggakan klaim rumah sakit rujukan COVID-19. Diketahui total tunggakan yang belum dibayarkan pada tahun anggaran 2020 mencapai Rp22,08 triliun.

Ketua Satgas COVID-19 DPP PPNI, Jajat Sudrajat pun menuturkan bahwa ada banyak keluhan dari rekan sejawatnya terkait insentif. Rekan Jajat di Bengkulu menyebutkan bahwa insentif nakes yang belum diterima yaitu untuk bulan Oktober, November dan Desember 2020. Kemudian di Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tenggara, beberapa nakes di rumah sakit belum menerima insentif sejak Januari-Mei 2021. (Dikutip dari artikel “Kemenkes Belum Bayar Tunggakan Klaim ke RS COVID Capai Rp22 Triliun”, https://tirto.id/ghe1 dan https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5619438/nestapa-tunggakan-insentif-nakes-di-tengah-lonjakan-covid-19)

Tidak hanya itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran juga melayangkan surat kepada BNPB terkait kekurangan dana dalam pembayaran Hotel yang selama ini telah menyediakan fasilitas Isolasi pasien COVID-19 tanpa gejala dan akomodasi tenaga kesehatan. Inti dari surat tersebut menanyakan kapan pemerintah akan melunasi tunggakan tersebut. Apalagi hotel-hotel itu sudah satu setengah tahun belakangan menganggur dan tidak punya tabungan lagi untuk menutupi sementara biaya-biaya. (Red. https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/163509/bagaimana-nasib-tunggakan-pembayaran-bnpb-kepada-hotel-penyedia-layanan-isolasi-covid-19)

BACA JUGA:  Selamat! Sahabat ADA FC Jawara Turnamen Futsal Banggai Bersaudara Cup 1 2024

Hal ini sungguh sangat krusial, kita tahu bahwasanya para nakes dan rumah sakit rumah sakit rujukan sudah mulai kewalahan menangani lonjakan kasus saat ini, belum lagi ditambah oleh seretnya anggaran yang seharusnya diberikan sebagai apresiasi atas pengorbanan mereka sebagai garda terdepan.

Yah, bagaimana RS, Nakes dan hotel yang memberikan  layanan isolasi bisa melayani pasien bila pemerintah tidak memfasilitasi kemudahan pencairan anggaran? Apa sebenarnya yang menjadi prioritas kebijakan anggaran pemerintah di tengah ledakan kasus covid gelombang 2 ini? Apakah dengan kembali menaikkan pajak? Atau dengan membuat kebijakan pajak baru untuk Sembako di tengah tengah badai covid dan sulitnya perekonomian saat ini? Apakah itu menjadi solusi yang efesien untuk mengatasi defisit anggaran? Apalagi dengan prosedur pencairan yang cukup rumit dan memakan waktu lama tentunya sangat mengganggu jalannya operasional RS, Nakes, dan juga layanan isolasi.

BACA JUGA:  UGM dan Kabupaten Banggai Kerja Sama Pengelolaan Sumber Daya Air dan Geopark

Alih-alih membatalkan rencana ibukota negara baru, pemerintah justru membuat peraturan penarikan pajak untuk Sembako. Daripada mengambil kebijakan PSBB, PPKM Mikro, PPKM Darurat dan sebagainya yang tidak begitu efektif, bukankah lebih baik mengikuti aturan yang sudah ada tentang undang-undang karantina kesehatan dalam UU 6/2018, yaitu terkait karantina wilayah (lockdown), yang mana selama karantina wilayah dijalankan kebutuhan hidup dasar orang dan hewan merupakan tanggung jawab pemerintah. Tentu saja karena kita hidup di sistem kapitalis yang mengharuskan kita harus berjuang sendiri untuk mendapatkan kebutuhan hidup sehari-hari berlawanan dengan kebijakan tersebut.

Tapi lagi-lagi  pemerintah berdalih bahwa lockdown hanya akan menganggu perekonomian, padahal jika saja pemerintah menerapkan lockdown selama 14 hari saja, walau harus mengorbankan ekonomi, tapi ini bisa lebih efektif untuk menurunkan resiko penularan dan setelah itu selesai ekonomi masih bisa dibangun kembali dan tentunya menjadi lebih naik. Jika alasannya karena terbatasnya anggaran, bukankah wacana pembangunan ibukota negara baru masih terus dijalankan? Sejak awal pandemi masuk ke Indonesia pemerintah hanya memprioritaskan ekonomi, yang kini justru menjadikan krisis ekonomi yang lebih panjang.

BACA JUGA:  DSLNG Terima Kunjungan Kanwil Kemenkumham Sulawesi Tengah

Seperti inilah wajah dari sistem demokrasi yang sebenarnya, yang hanya berorientasi kapitalis dan menciptakan birokrasi kaku. Pada akhirnya semua hanyalah demi kepentingan pemilik modal. Ekonomi seret, korupsi tidak ada habisnya. Berbeda dengan Islam yang memberikan solusi tegas dan aturan baku yang tidak berubah ubah sesuai keinginan manusia. Yang hanya berorientasi kepada kemaslahatan Umat bukan pada kepentingan pribadi. Dan ini hanya akan terwujud jika Negara mau menerapkan sistem Islam dalam segala lini kehidupan.***

Pos terkait