Ancam Tugas Jurnalis, Kapolri Diminta Cabut Pasal Terkait FPI

BANGGAI RAYA- Komunitas pers mendesak Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) untuk mencabut Pasal 2d dalam maklumatnya. Alasanya, pasal tersebut mengancam kerja-kerja jurnalis, di mana profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal Front Pembela Islam (FPI).

Sebelumnya, Kapolri mengeluarkan maklumat Nomor: Mak/1/I/2021 tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI), yang ditandatangani 1 Januari 2021. Polri beralasan, maklumat ini untuk memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pasca dikeluarkan keputusan bersama tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.

Kegiatan FPI dilarang berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Nomor: 220- 4780 Tahun 2020; M.HH 14.HH.05.05 Tahun 2020; 690 Tahun 2020; 264 Tahun 2020; KB/3/XII/2020; 320 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

Bacaan Lainnya

Ada empat hal yang disampaikan dalam maklumat itu, yang salah satunya tak sejalan dengan semangat demokrasi yang menghormati kebebasan memperoleh informasi dan juga bisa mengancam jurnalis dan media yang tugas utamanya adalah mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik. Salah satu isi maklumatnya, tepatnya di Pasal 2d, yang isinya menyatakan “Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial”.

Menyikapi maklumat dalam pasal 2d tersebut, Komunitas Pers yang terdiri dari Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Abdul Manan, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal S. Depari, Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Hendriana Yadi, Sekjen Pewarta Foto Indonesia (PFI), Hendra Eka, Ketua Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred), Kemal E. Gani, dan Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wenseslaus Manggut, Jumat (1/1/2021) di Jakarta mengeluarkan pernyataan sikap.

Ada empat poin yang ditegaskan dalam pernyataan sikap tersebut. Pertama, maklumat Kapolri dalam Pasal 2d dinilai berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat sebagai negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi.

“Soal ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan, setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia,” ujar komunitas pers.

Kemudian, maklumat tersebut juga dinilai mengancam tugas jurnalis dan media, karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang isinya menyatakan, “(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

“Isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI, juga bisa dikategorikan sebagai pelarangan penyiaran, yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang Undang Pers,”.

Olehnya, Komunitas Pers mendesak Kapolri mencabut pasal 2d dari Maklumat itu karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang Undang Pers.

Kemudian, komunitas pers mengimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang Undang Pers. JAD/*