45 Ribu Warga Sulteng Masuk Daftar Tunggu Haji

KASI PHU, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tengah, Aripin sedang memberikan materi. FOTO RUM LENGKAS

BANGGAI RAYA- Daftar tunggu calon jamaah haji di Provinsi Sulawesi Tengah, hingga saat ini sebanyak 45 ribu orang. Sebanyak 45 ribu calon jamaah haji tersebut terdapat kurang lebih 4.000 orang adalah lanjut usia (Lansia) yang berumur 65 tahun ke atas, dan 75 tahun mencapai 1.500 orang, dan yang tertua berumur 92 tahun.

Demikian diutarakan Kepala Seksi Pelaksana Haji dan Umrah (PHU) Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Sulawesi Tengah, Aripin pada kegiatan Diseminasi Penyelenggaraan Haji Tahun 2021 di Kabupaten Banggai, di Hotel Swiss Bellin, Kamis (21/10/2021) pekan kemarin.

“Kalau dilakukan seleksi di daerah, dengan urutan umur tertua, dan fisiknya. Walaupun Lansia kalau fisiknya masih kuat, kita berangkatkan. Kita punya pengalaman ada jamaah yang diberangkatkan tinggal ditandu. Nah, apa yang akan dilakukan jamaah tersebut di sana. Jadi ini hal-hal yang tidak bisa kita pungkiri,” kata Aripin kepada peserta dan tamu undangan.

Di tahun 2020 kata dia, yang akan melaksanakan ibadah haji se Sulteng sebanyak 2.000 orang. Kalau di samakan dengan ivent lain, seperti MTQ, STQ, dan PON atau apa saja, belum ada pesertanya sebanyak 2.000 orang.

Kemudian jamaah haji Sulteng sebanyak 2.000 orang itu, dengan panitianya hanya 25 orang. Dan 2.000 orang itu yang mengkoordinir hanya 25 orang. Kalau kegiatan MTQ, ada dari Pemda, Kemenag, dan pelatihnya yang diberangkatkan.

BACA JUGA:  Meriahkan HUT ke-60 Sulawesi Tengah,SKK Migas - JOB Tomori Ikuti Sulteng Expo 2024

“Beda dengan pelaksanaan ibadah haji. Kalau panitia MTQ , atau panitia PON, panitia apapun, secara nasional atau internasional, rata-rata pesertanya itu dilatih dengan berbagai tugas disiplin. Ada kriteria tugas, misalnya atlit bola voli, harus dilatih segala teknis dan fisiknya. Tapi, ibadah haji ada pelatih seperti itu, profilenya ada yang tidak tamat SD, ada yang tidak bisa mengaji, ada yang tidak bisa baca tulis Alquran. Ada mantan narapidana di sana, ada geng di sana, dan seterusnya. Banyak, ada yang hafiz Alquran,” cetusnya.

Ini persentasenya sangat jauh berbeda, kenapa? Pendidikan saja, calon jamaah haji 60 persen yang tamat SD. Dan S3-nya berapa, hanya ada tiga orang untuk S3. Itu diantar 2.000 jamaah haji itu, S2-nya kurang lebih 10 orang, dan S1-nya sebanyak 30 orang.

Sangat kecil, selain dari itu tidak punya pendidikan, tamat SD. Memang calon jamaah haji mempunyai keuangan banyak. Inilah kesulitannya dalam memberangkatkan jamaah haji, beda dengan ivent-ivent lain.

“Kalau bisa diberangkatkan semuanya, tahun 2020 sebanyak 2.000 orang, dan tahun 2021 sebanyak 2.000 orang, jadi total 4.000 orang. Tapi, persoalannya 4.000 orang itu muat di Mina. Di Mekah yang luas, mau berapa Mekah itu boleh. Tapi, di Mina-nya ini, karena kalau di Mina itu tidak bisa keluar dari sekitar tersebut. Itu masalahnya dengan 2 juta jamaah haji dari seluruh dunia, dan 4.000 orang jamaah Indonesia, sebab menginap di Mina dengan rumah ukuran 4 meter. Ukuran per jamaah itu, 0,4 meter untuk duduk. Itu kendalanya, kenapa kita tidak bisa memberangkatkan jamaah haji banyak atau melebihi dari itu,” terangnya.

BACA JUGA:  Meriahkan HUT ke-60 Sulawesi Tengah,SKK Migas - JOB Tomori Ikuti Sulteng Expo 2024

Kemudian estimasi keberangkatan mulai dari 100 persen, 50 sampai 10 persen. Kalau bicara 100 persen berarti 2.000 orang, kalau 50 berarti 1.000 orang, yang terkecil adalah 5 persen. Percepatan ibadah haji, boleh saja, yang pertama jamaah haji harus sudah lunas.

“Istri saya terdaftar 3 tahun yang lalu, saya boleh menarik istri saya untuk berangkat tahun ini. Itu percepatannya, jadi kita boleh menarik istri kita yang terdaftar tiga tahun lalu, itu aturannya. Peraturan baru harus 5 tahun mendaftar, tidak boleh mendaftar yang dekat-dekat. Kedua misalnya ada jamaah haji yang jatah berangkatnya tahun 2022, istrinya sudah meninggal. Bagaimana caranya apa ada yang bisa ditarik. Yang ditarik harus menikah dulu dengannya, atau sebaliknya. Sehingga status jelas suami istri, karena yang bisa ditarik itu hanya suami istri,” kata Aripin.

BACA JUGA:  Meriahkan HUT ke-60 Sulawesi Tengah,SKK Migas - JOB Tomori Ikuti Sulteng Expo 2024

Ia menambahkan, Diseminasi identik dengan sosialisasi, mungkin bisa menyasar kepada pihak yang terkait dengan penyelenggara haji dan umrah. Memang dalam UU nomor 28 tahun 2019, merupakan perubahan dari UU nomor 13 tahun 2008, dimana undang-undang itu penuntutan haji dan umrah, inklut sekalgus dalam satu undang-undang.

Sebelumnya, UU nomor 13 itu hanya mengatur tentang penyelenggaraan ibadah haji, toh tidak ada perubahannya. Makanya diseminasi ini sangat penting, apalagi di tahun 2021 ini, tertib Keputusan Menteri Agama (KMA) nomor tahun 2021 tentang Penyelenggara Ibadah Haji Reguler.

“Nah ini, yang perlu kita sampaikan mengenai KMA nomor 660 tentang ibadah haji, tentunya akan disampaikan pada kesempatan ini. Sesungguhnya kegiatan desiminasi adalah inisiatif atau ide dari Komisi VIII DPR RI, tentang kemitraan dalam penyelenggaraan sosialisasi, maupun kegiatan jamaah. Sebenarnya ada 4 kegiatan kemitraan dengan Komisi VIII DPR RI, pertama adalah desiminasi ini, ada tiga angkatan, 1 dilaksanakan di Parigi Moutrong, ke-2 di Ampana, Touna, dan ke-3 di Luwuk, Kabupaten Banggai,” tuturnya.

“Insya Allah, dengan tetap mempertahankan protokol kesehatan, kita akan melaksanakannya, dan berharap tidak ada lagi klaster-klaster baru pada kegiatan ini, karena kita tetap patuh dan taat terhadap Prokes yang ditetapkan,” pungkasnya. (*)

Penulis: Muh Rum Lengkas

Pos terkait